Anak-Anak Bangsa Yang Berpotensi Memilih Berkarir Di Luar Negeri



Yogi, umur 36 tahun lahir di Tasikmalaya meraih gelar doctor dari Universitas Teknologi Delft, Belanda pada usia yang terbilang muda, yaitu 31 tahun. Dia mencintai ilmu yang jarang diminati kebanyakkan orang, yaitu matematika. Di negeri kincir angin itu dia dinobatkan sebagai doctor matematika terapan.
Dan matematika itulah yang melambungkan Yogi Erlangga ke perusahaan minyak raksasa dunia. Dia adalah efisiensi. Rumus matematika yang dikembangkannya membuat ribuan insinyur minyak bias bekerja cepat. Akurasi tinggi. Dan akhirnya si raja minyak bias berhemat.
Penelitian yang dilakukan Yogi dalam meraih gelar doktor berhasil memecahkan rumus gelombang yang bias digunakan oleh perusahaan minyak untuk mencari cadangan emas hitam itu. Rumus yang dibuat Yogi ini seratus kali lebih cepat dari rumus yang berlaku sebelumnya.
Bukan cuma perusahaan minyak yang riang, sejumlah perusahaan raksasa dunia yang menggunakan unsur gelombang tersebut juga bersukaria.
Rumus matematika anak Tasikmalaya itu juga manjur untuk keping Blu-Ray. Keping itu bias membuat data computer dalam jumlah yang jauh lebih besar. Rumus itu juga mempermudah cara kerja radar didunia pertambangan.
Dalam siaran pers, saat wisuda doktor Desember 2005, Universitas Delft sungguh bangga akan pencapaian Yogi, siaran setempat menyatakan bahwa penelitian Yogi murni Matematika.
Hasil riset Yogi mengehbohkan dunia minyak, terutama dengan kemungkinan membuat profil 3 dimensi cadangan minyak. Metodenya berhasil memproses data-data seismic seratus kali lebih cepat dari metode yang sekarang biasa digunakan.
Yogi sebenarnya sempat mengenyam pendidikan di Indonesia, yaitu meraih gelar sarjana dari ITB pada tahun 1998, namun kemudian dia menimba ilmu  di Belanda hingga meraih gelar doktor.
Dalam ceritanya pada wawancara, Yogi mencurahkan uneg-unegnya bahwasanya dirinya lebih dihargai perusahaan-perusahaan asing ketimbang di Indonesia. Saat tanah air sendiri tidak ada yang mengetahui hasil karyanya, Yogi malah didekati sejumlah perusahaan top dunia.
Sekarang Yogi bekerja di perusahaan dunia, yaitu Shell. Yogi pun bercerita bahwasanya tidak ada perhatian perusahaan-perusahaan asal Indonesia yang menghargai karyanya. “Dari bangsa ini, sudah banyak yang memberikan kontribusi sesuai dengan ilmu yang digeluti masing-masing, namun sayangnya bangsa kita belum terbiasa menghargai hasil karya keilmuan mereka”, tutur Yogi.
Dia mencontohkan, tahun 1970, Indonesia, Malaysia, Korea, China, were nothing. Tahun 1980, Korea became something, tahun 1990 Malaysia started to be something, sekarang Cina is everything, unfortunately, we are still nothing.
Namun dia yakin bahwa masih banyak anak bangsa yang akan merasa bangga jika mereka menghasilkan segala prestasi terbaiknya di negeri sendiri dan untuk kejayaan bangsanya. Tinggal kemampuan bangsa dan Negara menyambut keingan merka dengan sambutan yang positif.
Nelson Tansu ( Medan, 20 Oktober 1977 ), yang merupakam warga asli Indonesia yang dinobatkan sebagai professor termuda di AS pun, melalui wawancara dengannya mengaku belum mau pulang ke Indonesia, melihat atmosfir riset yang sangat mendukung di Amerika, bukan apa-apa harus kita akui bahwa Indonesia terlalu kecil untuk ilmuwab sekaliber Prof. Nelson Tansu yang juga pernah diberi predikat Summa Cum Laude, dia menyelasaikan gelar doktornya pada usia 26 tahun  di bidang electrical engineering.
Nelson pun menyatakan bahwa di AS ilmuwan lebih dan dosen adalah profesi yang sangat dihormati di masyarakat. Ia tidak melihat hal demikian di Indonesia. Ia menyatakan bahwa penghargaan untuk ilmuwan dan dosen di Indonesia adalah rendah. Lihat saja penghasilan yang didapat dari kampus, tidak cukup untuk membiayai keluarga peneliti atau dosen. Prof. Tansu juga menjelaskan bahwa di AS dan Singapore, gaji seorang professor 18-30 kali lipat lebih dari gaji profesor di Indonesia. Namun hal tersebut tidak mengurangi kecintaanya terhadap tanah kelahirannya. Terbukti sampai sekarang dia masih memegang paspor hijau bergambarkan garuda.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

0 komentar:

Posting Komentar