Semarak Korupsi
ABSTRAKSI
Kasus
korupsi yang semakin marak membuat negeri ini semakin terpuruk, para pelaku
yang satu persatu mulai ditangkap sungguh dapat mengungkapkan bahwasnya sudah
banyak sekali tindakan ini dilakukan. Berbagai faktor yang membuat para pelaku
tidak memikirkan nasib orang lain ini sangat beragam diantara gaya hidup dan
kesempatan yang ada. Para pelaku korupsi bukan hanya dari kalangan pejabat
pemerintah ke pejabat pemerintah, tetapi pihak swasta yang ingin lebih unggul
baik dalam segi profit dan kelancaran usahanya. Sehingga dampak tindakan
korupsi ini juga dirasakan para pebisnis. Dari semua ini kita harus
mengembalikan ke diri kita masing-masing, karena korupsi bukan hanya dalam hal
mencuri uang rakyat hingga miliaran rupiah, tapi bagaimana setiap kita memulai segala
sesuatunya dengan kejujuran.
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Setelah melihat tayangan beberapa bulan terakhir ini,
entah harus miris atau sekaligus bangga, perasaan demikian dikarenakan banyak
sekali kasus korupsi yang telah terungkap, di satu sisi, tugas KPK ( Komisi
Pemberantas Korupsi ) dinilai berjalan, sekalipun benar-benar belum bisa
diberantas, setidaknya kerja keras KPK selama ini patut diacungi jempol, namun
disatu sisi dapat diartikan bahwasanya korupsi di negri tercinta ini sudah
merajalela. Terlebih di hari-hari tertentu, didapati hari yang disebut hari
keramat, dimana di hari tersebut banyak dijatuhakan keputusan dari saksi
menjadi tersangka, mereka para pencuri kelas kakap dipaksa secara hukum menanggalkan
dan bertanggung jawab atas apa yang bukan menjadi milik mereka.
Dalam
tulisan ini, penulis sama sekali tidak ingin menghakimi para koruptor secara
pribadi, karena kecaman dari hati yang paling dalam, omongan dari pribadi
siapapun bisa menjadi terkaman untuk diri masing-masing, bukan tidak banyak
mereka yang menyerukan anti korupsi justru harus duduk dikursi pesakitan karena
uang yang mereka terima adalah tidak seharusnya.
Para pelaku
korupsi bukan hanya dari kalangan pejabat pemerintah ke pejabat pemerintah,
tetapi pihak swasta yang ingin lebih unggul baik dalam segi profit dan
kelancaran usahanya, ya benar-benar sudah semarak yang namanya korupsi ini,
untuk itu dalam penulisan kali ini penulis mengangkat judul “SEMARAK KORUPSI”.
1.2
Rumusan
Masalah
1.
Mengapa dewasa ini korupsi makin marak dan apa saja yang
menjadi penyebabnya ?
2.
Bagaimana dampak yang ditimbulkan terhadap sebuah
kegiatan bisnis, dan siapa yang harus bertanggung jawab ?
1.3
Batasan
Masalah
Pada penulisan kali ini penulis membatasi masalah pada kasus korupsi yang
dilakukan oleh melibatkan pihak swasta dengan pejabat pemerintah dari tahun
2010 - 2013.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
2.1
Pengertian
Moralitas
Istilah Moral berasal dari bahasa Latin.
Bentuk tunggal kata 'moral' yaitu mos sedangkan bentuk jamaknya
yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan,
adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata 'etika', maka secara etimologis,
kata ’etika’ sama dengan kata ‘moral’ karena kedua kata tersebut sama-sama
mempunyai arti yaitu kebiasaan,adat. Dengan kata lain, kalau arti kata ’moral’
sama dengan kata ‘etika’, maka rumusan arti kata ‘moral’ adalah nilai-nilai
dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang membedakan hanya bahasa asalnya
saja yaitu 'etika' dari bahasa Yunani dan 'moral' dari bahasa Latin. Jadi bila
kita mengatakan bahwa perbuatan pengedar narkotika itu tidak bermoral, maka
kita menganggap perbuatan orang itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis
yang berlaku dalam masyarakat. Atau bila kita mengatakan bahwa pemerkosa itu
bermoral bejat, artinya orang tersebut berpegang pada nilai-nilai dan
norma-norma yang tidak baik.
2.2
Korupsi
Dalam
ensiklopedia Indonesia disebut “korupsi” (dari bahasa Latin: corruption =
penyuapan; corruptore = merusak) gejala dimana para pejabat, badan-badan Negara
menyalahgunakan wewenang dengan terjadinya penyuapan, pemalsuan serta ketidakberesan
lainnya. Adapun arti harfia dari korupsi dapat berupa :
- Kejahatan kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan, dan ketidakjujuran.
- Perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan sogok dan sebagainya.
- Korup (busuk; suka menerima uang suap, uang sogok; memakai kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan sebagainya.
- Korupsi (perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya).
- Koruptor (orang yang korupsi).
Baharuddin
Lopa mengutip pendapat dari David M. Chalmers, menguraikan arti istilah korupsi
dalam berbagai bidang, yakni yang menyangkut masalah penyuapan, yang
berhubungan dengan manipulasi di bidang ekonomi, dan yang menyangkut bidang
kepentingan umum. (Evi Hartanti, S.H., 2005:9)
Berdasarkan
undang-undang bahwa korupsi diartikan:
- Barang siapa dengan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung merugikan keuangan Negara dan atau perekonomian Negara dan atau perekonomian Negara atau diketahui patut disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan Negara (Pasal 2);
- Barang siapa dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan menyalah gunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan secara langsung dapat merugikan Negara atau perekonomian Negara (Pasal 3).
- Barang siapa melakukan kejahatan yang tercantum dalam pasal 209, 210, 387, 388, 415, 416, 417, 418, 419, 420, 425, 435 KUHP.
2.3
Undang – Undang Yang Berkenaan
Dengan Korupsi
Adapun
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang korupsi, yakni :
1.
Undang-undang
nomor 24 Tahun 1960 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,
2.
Undang-undang
nomor 3 Tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,
3.
Undang-undang
nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,
4.
Undang-undang
nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang pemberantasan tindak
pidana korupsi.
Penjatuhan Pidana Pada Perkara Tindak Pidana
Korupsi
Berdasarkan
ketentuan undang-undang nomor 31 Tahun 1999 jo undang-undang nomor 20 tahun
2001, jenis penjatuhan pidana yang dapat dilakukan hakim terhadap terdakwa
tindak pidana korupsi adalah sebagai berikut :
Terhadap Orang yang melakukan Tindak Pidana Korupsi
1.
Pidana Mati
Dapat
dipidana mati karena kepada setiap orang yang secara melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang
dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo Undang-undang nomor
20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, yang dilakukan dalam
keadaan tertentu.
2.
Pidana Penjara
1.
Pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) bagi setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan Negara atau perkonomian Negara. (Pasal 2 ayat 1)
2.
Pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan/atau
denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak satu Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang
dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian
Negara (Pasal 3)
3.
Pidana
penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun
dan/atau denda paling sedikit Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah)
dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta) bagi setiap orang yang
dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau
tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di siding pengadilan
terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi.
(Pasal 21)
4.
Pidana
penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun
dan/atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) bagi
setiap orang sebagaimana dimaksud dalam pasal 28, pasal 29, pasal 35, dan pasal
36.
3.
Pidana Tambahan
1.
Perampasan
barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak
bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi,
termasuk perusahaan milik terpidana dimana tindak pidana korupsi dilakukan,
begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut.
2.
Pembayaran
uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta yang
diperoleh dari tindak pidana korupsi.
3.
Penutupan
seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun.
4.
Pencabutan
seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian
keuntungan tertentu yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada
terpidana.
5.
Jika
terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan
sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap maka
harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang
pengganti tersebut.
6.
Dalam
hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang
pengganti maka terpidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak memenuhi
ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai ketentuan undang-undang nomor 31
tahun 1999 jo undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak
pidana korupsi dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan
pengadilan.
Terhadap Tindak Pidana yang dilakukan Oleh atau
Atas Nama Suatu Korporasi
Pidana
pokok yang dapat dijatuhkan adalah pidana denda dengan ketentuan maksimal
ditambah 1/3 (sepertiga). Penjatuhan pidana ini melalui procedural ketentuan
pasal 20 ayat (1)-(5) undang-undang 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak
pidana korupsi adalah sebagai berikut:
1.
Dalam
hal tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, maka
tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan/atau
pengurusnya.
2.
Tindak
pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut
dilakukan oleh orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan
hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri
maupun bersama-sama.
3.
Dalam
hal ini tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi maka korporasi
tersebut diwakili oleh pengurus, kemudian pengurus tersebut dapat diwakilkan
kepada orang lain.
4.
Hakim
dapat memerintahkan supaya pengurus korporasi menghadap sendiri di pengadilan
dan dapat pula memerintahkan supaya penguruh tersebut dibawa ke siding
pengadilan.
5.
Dalam
hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan untuk
menghadap dan menyerahkan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus
di tempat tinggal pengurus atau ditempat pengurus berkantor.
Unsur-unsur
tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang nomor 20 tahun
2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi adalah :
1.
Melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi;
2.
Perbuatan
melawan hukum;
3.
Merugikan
keuangan Negara atau perekonomian;
4.
Menyalahgunakan
kekuasaan, kesempatan atas sarana yang ada padanya karena jabatan dan
kedudukannya dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
2.4
Komisi
Pemberantasan Korupsi
VISI KPK 2011 – 2015 adalah Menjadi lembaga penggerak
pemberantasan korupsi yang berintegritas, efektif, dan efisien!
Dan misinya ialah Misi KPK adalah sebagai berikut:
- Melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan TPK.
- Melakukan supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan TPK.
- Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap TPK.
- Melakukan tindakan-tindakan pencegahan TPK.
- Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
Objek yang digunakan dalam penulisan ini adalah kasus korupsi tahun 2010 - 2013.
3.2 Data Penelitian
Data yang digunakan oleh penulis dalam penulisan ini
adalah dengan mencari data-data di televisi, media cetak dan internet.
BAB
IV
PEMBAHASAN
4.1 Penyebab Maraknya Korupsi
Gaya hidup
masyarakat yang terbilang konsumtif membuat setiap orang selalu ingin memiliki
apa yang mereka inginkan, bukan yang mereka butuhkan saja. Gaya hidup para
pejabat negara yang terbilang mewah yang tidak sesuai dengan pendapatannya
membuat mereka merasa dapat memiliki segalanya. Memang tidak semua para pejabat
bersifat demikian, tapi bukan hal yang dapat dipungkiri lagi bahwasanya kini
pemberitaan baik dimedia cetak ataupun televisi adalah mengenai para pejabat
yang didapati bahkan sering tertangkap tangan melakukan transaksi yang nyatanya
berujung pada tindakan korupsi. Jika ditanya apa saja yang menjadi penyebabnya,
banyak hal subjektif yang bisa dipaparkan, diantaranya :
-
Kesempatan untuk melakukan tindakan korupsi itun sendiri,
manusia yang khilaf tak mungkin menolak begitu saja ketika di berikan materi
yang berlimpah tanpa harus bersusah payah
-
Dorongan baik langsung ataupun tidak langsung, maksudnya
ialah persetujuan dari orang-orang terdekat untuk melakukan tindakan yang
sangat menyakiti hati rakyat itu
-
Gaya hidup, dimana terbiasa dengan gaya hidup mewah namun
penghasilan yang didapat dari uang yang halal dirasa kurang
-
Lemahnya hukum, yaitu dapat kita lihat dengan nyata
bahwasanya hukum kita pun bisa dibeli, terlebih dengan tertangkapnya yang maha
tinggi dalam hal hukum di negri ini.
4.2 Dampak Korupsi Bagi Kegiatan Bisnis
Banyak
sekali belakangan ini pihak swasta menggunakan kelemahan pejabat negara yang
mudah untuk disogok demi kepentingan bisnis mereka. Banyak perusahaan yang
mengalami kerugian karena harus berjalan sesuai dengan prosedur, mereka yang
menjalankan bisnisnya sesuai dengan etika dan norma yang ada justru harus
terkalahkan baik dalam kekalahan memenangkan sebuah proyek atau ketetapan hukum
yang karena bisa “diubah”.
Bisnis
haruslah dijakankan sesuai dengan etika yang ada, persaingan memang sudah pasti
ada, namun apabila sudah ada tindakan sogok menyogok demi kelancaran bisnis
mereka maka hukumlah yang harus berbicara. Dampak lainnya ialah, pebisnis yang
mempunyai potensi harus tertindas karena tidak sanggup mengikuti porsedur yang
bisa diubah. Selain itu, jika dilihat dari sisi yang sangat berbeda, dimana
pebisnis harus berdiri ditengah-tengah negara yang banyak sekali kasus
korupsinya, akan mengurangi kepercayaan para konsumen, atau bahkan investor
yang akan menanamkan modalnya di negri ini, jika perusahaan tersebut adalah
perusahan multinasional. Banyak sisi yang dapa kita lihat lagi, serta dampak
yang nyatanya merugikan bagi para pebisnis.
Terakhir,
jika ditanya siapa yang harus bertanggung jawab, ialah diri kita masing-masing,
karena tidak sedikitpun kita pantas menyalahkan hukum yang ada, kebijakan
perusahaan yang ada, terlebih menyalahkan keadaan. Karena semua itu terjadi
atas apa yang diri kita masing-masing lakukan, sekalipun kita yang tidak ada
sangkut pautnya, kita harus bisa membantu memberikan solusi bukan memperburuk
keadaan dengan berdemo yang anarkis apabila ada ketidaksesuain yang dilakukan
pemerintah ataupun pihak swasta.
BAB
V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Sungguh
dapat terilhat banyak sekali aspek yang menyebabkan mengapa tindakan korupsi
semakin marak di negeri ini, diantaranya ialah gaya hidup dan kesempatan yang
datang untuk melakukan tindakan yang sangat tidak terpuji itu. Para pelaku
terlihat sudah tidak punya malu lagi ketika tetap mengumbar senyum dan tawa
disaat bersamaan mereka terbukti mencuri uang rakyat. Untuk para pebisnis
sendiri juga ada dampak yang signifikan baik secara profit ataupun non profit,
namun untuk menjawab siapa yang harus bertanggung jawab penulis hanya bisa
menyampaikan diri sendirilah yang harusnya bertanggung jawab.
5.2 Saran
Untuk
para pebisnis agar tetap menjalankan etika bisnis yang ada tanpa harus
melakukan sogok menyogok, dan tetap membuktikan dan menjunjung tinggi kepercayaan
konsumen. Dan para penegak hukum, tetap bekerja keras dengan dukungan serta doa
dari para masyarakat Indonesia untuk terus membela kebenaran, melindungi rakyat
kecil, mengembalikan hak yang seharusnya dimiliki rakyat kecil yang telah
dicuri para koruptor. Belakangan juga wacana yang timbul ialah hukuman yang
ditambah dan denda sesuai dengan apa yang telah mereka ambil harus dikembalikan
kepada negara, tetap berjalan dan terwujud, tetapi masyarakat juga harus sadar
dan peduli akan informasi sehingga tidak terjadi kesalahpahaman. Berapa yang
mereka ambil, itu yang harus dinformasikan kepada masyarakat, dan seberapa yang
telah mereka kembalikan harus sesuai dan diinformasikan juga. Jangan ada lagi
yang tertutup mengenai kasus korupsi. Terakhir untuk KPK, tetap semangat dan
pantang menyerah,
DAFTAR
PUSTAKA
http://www.kpk.go.id
0 komentar:
Posting Komentar